Sabtu, 20 April 2013

Ceramah Pernikahan

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar Ruum 30:21)
“Nikah itu adalah sunahku, karena itu barang siapa yang membenci sunahku, ia bukan sebahagian golonganku” (Hadits)
“Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di tengah umat yang lain.” (Hadits)
Yang digarisbawahi di sini adalah kata “membanggakan”.
Bahwa, bagaimana kita sebagai umat Rasulullah SAW, selalu dapat menghadirkan kondisi yang lebih baik, lebih manfaat bagi masyarakat.
Melalui pernikahan, kita membina keluarga baru yang lebih baik, melahirkan anak-anak yang lebih baik, yang tidak terkontaminasi oleh penyakit masyarakat saat ini. Bahkan sebaliknya, malah dapat menjadi bagian dari solusi problematika masyarakat.
Dengan berkeluarga, lahirlah generasi-generasi baru yang lebih baik, yang benar akidahnya, bagus ibadahnya, baik akhlaqnya, sehingga dapat dibanggakan, dibanggakan oleh siapapun juga, dibanggakan oleh keluarganya, dibanggakan oleh masyarakat, bahkan dibanggakan oleh Rasulullah SAW.
Itulah hakikat pesan Rasulullah SAW di atas.
Kemudian janganlah lupa, bahwa berkeluarga adalah kehidupan yang manusiawi.
Artinya, ketika telah menikah, ketika menjadi suami, atau menjadi istri, tidak serta-merta keduanya berubah menjadi malaikat. Mereka tetaplah manusia biasa, manusia dengan berbagai kekurangan, di samping kelebihan-kelebihannya. Kelebihannya untuk disyukuri, kekurangannya untuk disikapi dengan lapang dada.
Oleh karena itu, sangat dibutuhkan saling mengingatkan di antara pasangan suami istri, saling membantu, saling tolong-menolong untuk memperbaiki kekurangan masing-masing.
Teladanilah rumah tangga Rasulullah SAW.
Ketika Aisyah melihat anak-anak yang bermain boneka di depan rumahnya, maka timbul keinginannya untuk ikut bermain, Rasulullah tidak melarangnya. Betapa Rasulullah pun kadang berlomba lari dengan Aisyah, ada kalanya Rasulullah yang menang, ada kalanya Aisyah yang menang.
Demikianlah, membina keluarga Islami, keluarga sholeh, keluarga daiyah bukan berarti keluarga yang monoton serius. Di dalamnya tetap ada tawa, canda, walaupun tentu saja qiyamul lail, tilawah Quran dan ibadah-ibadah lain tidak pernah terlewatkan.
Sehingga keluarga daiyah tetap senantiasa memberi manfaat bagi masyarakat, dan menjadi bukti ayat-ayat kauniyah.
Barakallaahu laka wa baraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fi khoir. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar