Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar Ruum 30:21)
“Nikah itu adalah sunahku, karena itu barang siapa yang membenci sunahku, ia bukan sebahagian golonganku” (Hadits)
“Saling
menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah
(keturunan). Sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian
di tengah umat yang lain.” (Hadits)
Yang digarisbawahi di sini adalah kata “membanggakan”.
Bahwa,
bagaimana kita sebagai umat Rasulullah SAW, selalu dapat menghadirkan
kondisi yang lebih baik, lebih manfaat bagi masyarakat.
Melalui
pernikahan, kita membina keluarga baru yang lebih baik, melahirkan
anak-anak yang lebih baik, yang tidak terkontaminasi oleh penyakit
masyarakat saat ini. Bahkan sebaliknya, malah dapat menjadi bagian dari
solusi problematika masyarakat.
Dengan berkeluarga, lahirlah
generasi-generasi baru yang lebih baik, yang benar akidahnya, bagus
ibadahnya, baik akhlaqnya, sehingga dapat dibanggakan, dibanggakan oleh
siapapun juga, dibanggakan oleh keluarganya, dibanggakan oleh
masyarakat, bahkan dibanggakan oleh Rasulullah SAW.
Itulah hakikat pesan Rasulullah SAW di atas.
Kemudian janganlah lupa, bahwa berkeluarga adalah kehidupan yang manusiawi.
Artinya,
ketika telah menikah, ketika menjadi suami, atau menjadi istri, tidak
serta-merta keduanya berubah menjadi malaikat. Mereka tetaplah manusia
biasa, manusia dengan berbagai kekurangan, di samping
kelebihan-kelebihannya. Kelebihannya untuk disyukuri, kekurangannya
untuk disikapi dengan lapang dada.
Oleh karena itu, sangat
dibutuhkan saling mengingatkan di antara pasangan suami istri, saling
membantu, saling tolong-menolong untuk memperbaiki kekurangan
masing-masing.
Teladanilah rumah tangga Rasulullah SAW.
Ketika
Aisyah melihat anak-anak yang bermain boneka di depan rumahnya, maka
timbul keinginannya untuk ikut bermain, Rasulullah tidak melarangnya.
Betapa Rasulullah pun kadang berlomba lari dengan Aisyah, ada kalanya
Rasulullah yang menang, ada kalanya Aisyah yang menang.
Demikianlah,
membina keluarga Islami, keluarga sholeh, keluarga daiyah bukan berarti
keluarga yang monoton serius. Di dalamnya tetap ada tawa, canda,
walaupun tentu saja qiyamul lail, tilawah Quran dan ibadah-ibadah lain
tidak pernah terlewatkan.
Sehingga keluarga daiyah tetap senantiasa memberi manfaat bagi masyarakat, dan menjadi bukti ayat-ayat kauniyah.
Barakallaahu laka wa baraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fi khoir. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar